"Huhuhu..."
sepulang sekolah suara tangisan seorang gadis terdengar di belakang sekolahku.
Suara tangisan tersedu-sedu yang khas, mengalunkan irama duka yang mendalam.
Aku, Fatimah, dan Putri berlari terbirit-birit mendatangi syara itu. Tak
kuduga bahwa yang menangis itu Lita, sahabatku. Dia menangis sendiri di samping
beteng sekolah dekat kantin tempat aku makan tadi.
“Ada apa
Lit? Gerangan kamu menangis. Apakah kami bisa membantumu?” tanyaku dengan penuh
perhatian. Lita pun hanya menangis tak berkata apa pun padaku. “Katakan saja
Lit, tidak apa-apa mungkin kami dapat membantumu, katakan saja” ucap Fatimah
dengan rasa ibanya. Mendengar pertanyaan-pertanyaan dari sahabat-sahabatnya
itu, dia lalu menjawab “hu...hu...hu...ayahku sakit, beliau harus dirawat
dengan intensif, tapi biayanya mahal, keluargaku tidak punya uang untuk
membayar biaya itu, hu...hu...hu...”. Sahut
Putri, “Ayahmu sakit apa Lit? Membutuhkan biaya berapa sich Lit?”. “Tipes
sebenarnya sudah sejak dulu sakit, tetapi karena kami tidak mempunyai uang
untuk berobat, jadi beliau blm sempat berobat berobat, dan biayanya itu bisa
mencapai 250 ribu” jawab Lita dengan air matanya yang terus-menerus mengucur
deras.
Aku, Fatimah,
dan Putri bertatap-tatapan, saling memandang dan memikirkan hal yang sama. Berpikir
untuk membantu dia agar dapat sedikit tersenyum. “Terimalah sedikit uang ini, mungkin
ini bisa sedikit meringankan bebanmu Lit” sambil ku keluarkan selembar kertas
hijau dari sakuku. Bagitu pun dengan Fatimah dan Putri , mereka juga
mengeluarkan kertas berharganya untuk Lita.
Dengan rasa
terharu Lita pun menerima uang itu dan berkata “Terimakasih kawan, kalian
memang sahabat-sahabatku yang terbaik, makasi ya kawan”. Lita lalu memelukku
dan sahabat-sahabatku.
Matahari
mulai hilang termakan oleh gelapnya malam. Kami masih berkumpul di samping
beteng dekat kantin itu. Kami baru tersadar jika hari hampir petang karena pak
satpam menegur kami “Kenapa belum pulang, sudah hampir malam lho...”. Setelah
tersadar kami pun berjalan menuju tempat parkir yang telah sepi, kosong oleh
kerumunan sepeda-sepeda sekolah. “Ayo agak cepat”, ujar Putri “Nanti kita
dicari orang tua kita” sambil lari menuju sepedanya. Tak lupa kami berdoa dan
pulang dengan hati-hati. Akhirnya pun aku sampai rumah. Senangnya hatiku hari
ini karena aku dapat membantu sahabatku yang sedang kesusahan.
Matahari
mulai muncul di ufuk timur dengan rasa malu-malu dengan pipi kemerah-merahan
mendekati oranye. “Wah sudah pagi, ku harus cepat-cepat berangkat sekolah agar
rencana ku berhasil sebelum Lita datang”, kataku dalam hati. Dengan mata yang
masih ingin menutup lagi, aku berjalan unruk mandi, sarapan, dan berangkat
sekolah.
Sampai di
sekolah ternyata semua siswa telah sampai di sekolah kecuali Lita. Pada saat
itu juga rencanaku aku laksanakan, yaitu meminta solidaritas kepada
teman-temanku untuk membantu biaya pengobatan ayahnya Lita.
“Syukurlah
uangnya sudah terkumpul banyak, mencapai 120 ribu rupiah”’ kataku kepada
teman-temanku “Makasih ya teman-teman semua, semoga Allah melipat gandakan
pahala kalian...Aamiin...”. Aku lalu duduk di kursiku, depan meja guruku
mengajar. Tak lama kemudian Lita datang ke kelas dan duduk di sampingku. Ia masih
membawa kesedihannya. “Kriiiing...” kerasnya teriakan bel sekolah, tanda bahwa
pelajaran akan segera dimulai. Kami lalu mempersiapkan buku dan alat tulis
untuk mengikuti pelajaran-pelajaran dalam ruang yang bersih, harum, bahkan
sejuk.
Waktu telah
menunjukkan pukul setengah lima sore, pelajaran usai. Sebelum pulang aku tidak
lupa memberikan uang itu kepada Lita. “Lit ini ada sedikit solidaritasdari
teman-teman satu kelas. Semoga ini dapat meringankan biaya pengobatan orang
tuamu, lebih cepat lebik baik Lit”, ujarku. “Iya Nur nanti aku bawa ayahku ke
rumah sakit. Makasih teman-teman semua, semoga kebarokahan selalu menyelimuti
kalian semua”, sahut Lita dengan wajahny yang mulai gembira.
Tiga hari
kemudian Lita berangkat sekolah dengan senyum lebar dan berkata pada
teman-teman semua “Makasih ya teman atas bantuan kalian sekarang ayahku sudah
sembuh total”. Sekelas pun menjawab dengan serentak “Iya sama-sama Lit, kami
juga ikut senang jika ayahmu dapat sembh total”.
No comments:
Post a Comment